Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar berjalan ke luar ruang sidang usai mendengarkan tuntutan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2024). ANTARA/Fath Putra Mulya/am.
Jakarta – Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dituntut oleh jaksa delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan enam bulan dalam kasus pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia.
Tuntutan ini merupakan bagian dari proses hukum terkait kasus korupsi yang melibatkan Emirsyah Satar selama menjabat di perusahaan maskapai nasional tersebut.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama delapan tahun. Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa Emirsyah Satar sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” ucap jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.
“Atau apabila terpidana membayar uang pengganti yang jumlahnya kurang dari kewajiban pembayaran dari uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti kewajiban membayar uang pengganti,” ujar jaksa.
Menurut jaksa, Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Perbuatan Terdakwa menyebabkan kerugian keuangan negara yang cukup besar. Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” sambung jaksa.
Dalam perkara ini, Emirsyah dinilai terbukti secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (fleet plan) PT Garuda Indonesia kepada mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo yang juga duduk sebagai terdakwa.
(Aumber Antaranews)