Ilustrasi pengendara motor.
Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI dari fraksi Partai PKS, Netty Prasetiyani Aher, mengkritisi rencana Pemerintah untuk memotong gaji pekerja sebagai bagian dari program tambahan pensiun wajib. Menurutnya, langkah ini berpotensi membebani karyawan yang sudah menghadapi berbagai tantangan ekonomi. Netty menyatakan bahwa pemotongan gaji bukanlah solusi yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan pensiunan.
Rencana pemotongan gaji ini muncul setelah pernyataan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengklaim bahwa kebijakan tersebut merupakan amanat dari UU Nomor 4 Tahun 2023 mengenai Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Dalam Pasal 189 ayat 4 UU P2SK, disebutkan bahwa Pemerintah berwenang untuk melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib di luar program Jaminan Hari Tua (JHT) dan jaminan pensiun yang sudah ada.
OJK berpendapat bahwa program pensiun wajib baru ini akan meningkatkan manfaat yang diterima karyawan saat pensiun. Selama ini, pensiunan hanya mendapatkan manfaat sekitar 10-15 persen dari gaji terakhir mereka, sementara standar dari International Labour Organization (ILO) merekomendasikan angka yang jauh lebih tinggi, yaitu sekitar 40 persen. Namun, Netty mengingatkan bahwa setiap negara memiliki kondisi perekonomian yang berbeda, sehingga standar ILO tidak dapat diterapkan secara langsung untuk memotong gaji karyawan.
Lebih lanjut, Netty menekankan bahwa saat ini pekerja sudah dikenakan potongan untuk Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun melalui BPJS Ketenagakerjaan. Begitu pula dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dipotong untuk Taspen, serta anggota TNI/Polri yang dikenakan potongan melalui Asabri. Dengan demikian, penambahan potongan gaji untuk dana pensiun akan semakin membebani pekerja.
Anggota DPR RI ini juga mengingatkan pentingnya mempertimbangkan daya beli masyarakat yang semakin tertekan akibat inflasi dan biaya hidup yang terus meningkat. Menurutnya, pemerintah seharusnya mencari solusi alternatif yang lebih berkelanjutan dan tidak merugikan pekerja, seperti peningkatan efisiensi dalam pengelolaan dana pensiun yang sudah ada.
Netty berharap agar Pemerintah mendengarkan suara masyarakat dan mempertimbangkan kembali rencana pemotongan gaji tersebut. Ia menekankan bahwa kesejahteraan pekerja harus menjadi prioritas, dan tidak seharusnya mereka dibebani dengan potongan gaji tambahan yang dapat mengurangi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Akhirnya, Netty menyerukan agar dialog antara Pemerintah dan perwakilan pekerja dilakukan secara terbuka, untuk mencari jalan tengah yang dapat menguntungkan semua pihak. Dengan kolaborasi yang baik, diharapkan kebijakan yang diambil dapat mendukung peningkatan kesejahteraan pensiunan tanpa membebani pekerja saat ini.
“Itu saja sudah cukup berat. Jika ditambah potongan dana pensiun lainnya, ini bakal mencekik ekonomi rakyat berpenghasilan rendah,” kata Netty dalam keterangan resminya, Rabu 11 September 2024, yang dikutip dari situs resmi DPR RI.
Netty Prasetiyani Aher mengungkapkan keprihatinannya terhadap rencana pemotongan gaji pekerja untuk program tambahan pensiun wajib, dengan menekankan pentingnya mempertimbangkan konteks upah di Indonesia. Menurutnya, kenaikan upah yang terjadi saat ini tidak sebanding dengan peningkatan kebutuhan hidup masyarakat yang semakin tinggi. Ia meminta kepada Pemerintah agar lebih peka terhadap kondisi ini sebelum mengambil keputusan yang dapat membebani pekerja.
Dalam situasi ekonomi yang sulit, di mana inflasi terus meningkat dan biaya hidup sehari-hari semakin tinggi, banyak pekerja merasa terjepit. Netty berpendapat bahwa sebelum menerapkan kebijakan baru, Pemerintah perlu melakukan analisis yang mendalam mengenai dampak dari pemotongan gaji tersebut. Kesejahteraan pekerja harus menjadi fokus utama, bukan hanya untuk memenuhi standar yang ditetapkan, tetapi juga untuk memastikan bahwa mereka dapat hidup layak.
“Jangan sampai karena memprioritaskan dana pensiun yang dinikmati di hari tua, tetapi dana untuk kebutuhan sehari-hari malah berkurang. Kondisi ini bakal menurunkan daya beli masyarakat,” tegasnya.
Sebab menurutnya, masih banyak praktik-praktik kecurangan dalam pengelolaan dana pensiun sehingga masyarakat tidak betul-betul menerima penuh dana pensiun dari total potongan gaji selama mereka bekerja.
“Program yang ada saja belum terkelola dengan baik, bagaimana mau ditambah program baru. Jangan sampai jadi ajang korupsi lagi,” beber Netty.
Berdasarkan pernyataan dari Kepala Eksekutif Pengawas PPDP Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, saat ini pihak OJK masih menunggu pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang diperlukan untuk program tambahan pensiun tersebut. Program ini sedang menjadi sorotan publik, terutama terkait dengan rencana pemerintah yang akan memotong sebagian gaji pekerja sebagai bagian dari skema pensiun tambahan.
“Jadi isu terkait ketentuan batasan mana yang dikenakan untuk pendapatan berapa yang kena wajib itu, itu belum ada karena PP-nya belum diterbitkan. Dan OJK dalam kapasitas sebagai pengawas untuk melakukan program-program pensiun harmonisasi program pensiun yang diamanatkan dalam UU P2SK,” ujar Ogi dalam konferensi pers Jumat, 6 September 2024.
( Sumber : viva.co.id )