Viral Razia Rumah Makan Padang di Cirebon Harus Orang Minang
Jakarta – Fenomena yang tengah viral di media sosial adalah razia yang dilakukan terhadap pemilik Rumah Makan Padang, yang harus asli orang Minang. Hal ini menjadi topik hangat perbincangan di berbagai platform, menarik perhatian banyak pengguna.
Dalam video yang diunggah oleh Robert Davis Chaniago di media sosial X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter), terlihat sekelompok individu yang diduga berasal dari organisasi masyarakat (ormas) Minang melakukan razia di sebuah Rumah Makan Padang yang terletak di Cirebon. Aksi ini menimbulkan banyak reaksi dan diskusi di kalangan netizen mengenai identitas dan keaslian pemilik rumah makan tersebut.
“Kepemilikan RM Padang oleh non Padang harus ditertibkan!!!! Pelecehan terhadap RM Padang,: tulis keterangan dari akun X Robert Davis Chaniago.
Menurut informasi yang diperoleh dari unggahan Ketua Persatuan Rumah Makan Padang Cirebon (PRMPC), Eriyanto, razia terhadap Rumah Makan Padang yang harus dikelola oleh orang Minang ini berawal dari kehadiran pedagang asal Yogyakarta dan Tegal yang membuka usaha Rumah Makan Padang di Cirebon dengan harga yang lebih murah.
“Assalamualaikum, maaf yang sebesar-besarnya saudara, ada alasan di balik ini semua. Sudah ada 20 rumah makan murah meriah berdiri di kota dan kabupaten Cirebon, dengan harga yang sangat terjangkau, saudara. Kira-kira, semuanya mendapatkan penghasilan yang layak, dan usaha ini dikelola oleh orang-orang dari Jogja dengan harga Rp 8.000 dan Rp 9.000,” Ketua PRMPC, Eriyanto dalam bahasa Minang.
“Jika kita tidak bersatu dalam kuliner masakan Padang, apa yang bisa kita dapatkan untuk saudara-saudara kita yang ada di sini? Tujuan kami di kota Cirebon adalah untuk kebaikan bersama,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa ia tidak melarang siapa pun untuk membuka usaha nasi Padang. Bahkan, ia merasa senang jika ada orang lain yang ingin memperkenalkan ciri khas masakan Padang. Ia juga tidak menentang penggunaan hak paten pada masakan tersebut.
Namun, ia mengungkapkan keprihatinan bahwa kehadiran pemilik usaha asal Yogyakarta yang menawarkan harga murah dapat mengancam keberlangsungan usaha mereka yang asli dari Minang, yang telah berdiri lama. Ia berharap agar semua pihak dapat bersaing dengan adil dan menghargai warisan kuliner yang ada.
Dengan begitu, ia ingin agar para pelaku usaha nasi Padang yang asli tetap dapat bertahan dan terus berkembang tanpa tertekan oleh praktik bisnis yang tidak seimbang. Keberadaan kuliner Padang harus tetap dilestarikan, dan ia berharap bahwa kolaborasi antar pelaku usaha dapat tercipta untuk memajukan masakan khas ini.
“Mungkin ada pro dan kontra, itu hal yang biasa. Sekali lagi, saya selaku pengurus persatuan rumah makan di kota Cirebon menyampaikan bahwa tujuan ini untuk kebaikan bersama, saudara,” tutup Eriyanto.
Dalam razia tersebut, organisasi masyarakat (ormas) itu mengambil tindakan dengan menghapus label “Masakan Padang” dari tempat usaha yang dimiliki oleh non-Minang yang menjual masakan Padang dengan harga murah. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk melindungi identitas kuliner asli Padang.
Kebijakan ini pun memicu beragam reaksi di kalangan netizen, di mana beberapa dari mereka menyatakan dukungan terhadap harga masakan Padang yang lebih terjangkau. Pendapat yang beragam ini menciptakan diskusi hangat di media sosial mengenai keadilan dalam persaingan bisnis dan keberlangsungan kuliner tradisional.
“Lucu sekali, hari ini kita memperingati hari sumpah pemuda. 96 tahun lalu, para pemuda ikrar berbangsa satu bangsa Indonesia. Lha ini ada sekumpulan orang ga jelas yang ngeklaim masakan suku nya hanya boleh dibuat oleh suku nya sendiri. What a downgrade,” tulis akun @DipoNiarto.
“Sudahlah, ga usah razia razia lagilah yang jualan nasi padang orang minang apa bukan. Ga semua orang minang jualan nasi, ada yang jualan bakso, mie ayam, pecel lele dan makanan etnis lain. Kalo mereka razia juga kalian mau apa? Sama sama ga bisa cari rezeki kan?,” tambah komentar @rocky5harbes.
“Kalau ada RM Padang serba 10 ribu dan enak, ini tentunya akan menguntungkan konsumen. Cuma konsumen kan sudah mengukur pula bahwa kalau harganya 10 ribu, tentu ada value yang dikurangi. Entah bumbunya, berasnya, atau servicenya,” kata komentar @StMarouf.
“Nasi kucing yang jual bukan kucing,” komentar dari @darmawanski
( Sumber : viva.co.id )