Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi SL (rompi merah muda)
Jakarta – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, telah menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan oknum Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berinisial SL, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan di daerah tersebut.
Ironisnya, SL ditangkap pada Selasa, 29 Oktober, hanya sehari setelah dilantik sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi pada Senin, 28 Oktober 2024. Penangkapan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat posisi baru yang diemban SL.
Kepala Kejari Kabupaten Bekasi, Dwi Astuti Beniyati, mengungkapkan bahwa SL diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi terkait penerimaan gratifikasi atau suap dari oknum pelaksana kegiatan fisik berinisial RS, yang sebelumnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini menambah catatan buruk mengenai praktik korupsi di kalangan pejabat publik.
“Penetapan tersangka pada perkara ini merupakan pengembangan dari hasil penyidikan atas dugaan suap atau gratifikasi yang dilakukan tersangka RS pada tersangka SL,” katanya di Cikarang, Selasa petang.
Penetapan tersangka SL dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, yang telah dikumpulkan oleh jaksa penyidik. Bukti ini mencakup sejumlah dokumen dan dua unit kendaraan, yaitu mobil Mitsubishi Pajero berwarna putih dan sedan BMW. SL kemudian ditahan selama 20 hari ke depan di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Pasirtanjung, Cikarang Pusat, untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Kabupaten Bekasi, Ronald Thomas Mendrofa, menjelaskan bahwa SL berstatus sebagai saksi ketika ia datang ke kejaksaan pada pukul 14.00 WIB untuk memenuhi panggilan pertama setelah tahapan pemilu selesai. Kehadirannya diharapkan dapat memberikan klarifikasi terkait kasus yang sedang diselidiki.
Proses pemeriksaan berlangsung selama lebih dari tiga jam, di mana jaksa mengajukan sekitar 20 pertanyaan kepada SL. Setelah mendalami keterangan yang diberikan, jaksa akhirnya memutuskan untuk mengubah status SL dari saksi menjadi tersangka.
Keputusan untuk menahan SL menandai langkah serius dalam penyidikan kasus dugaan korupsi ini. Langkah tersebut diharapkan dapat membuka lebih banyak fakta terkait praktik korupsi di kalangan pejabat publik dan memberikan efek jera bagi pelaku lain.
“RS menerima proyek dari SL dengan nilai bervariasi, sekitar Rp200-300 juta per proyek. Total ada 26 proyek. Tersangka mengaku dari yang bersangkutan RS untuk dapat mengerjakan proyek dengan imbalan diberikan kendaraan roda empat,” katanya.
SL dijerat dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf b, serta Pasal 5 ayat 2 junto Pasal 5 ayat 1 huruf a.
Selain itu, SL juga dapat dikenakan Pasal 5 ayat 2 junto Pasal 5 ayat 1 huruf b, serta Pasal 11 dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Tuduhan ini menunjukkan keseriusan kasus yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Negeri setempat.
“Ancaman pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal 20 tahun. Bentuk pasal sangkaan itu alternatif, artinya salah satu dari pasal-pasal tersebut akan dibuktikan nanti di persidangan, mana yang paling sesuai dengan unsur perbuatannya,” kata dia.
Konstruksi kasus ini bermula dari laporan yang diterima masyarakat pada 7 Agustus 2023, yang kemudian ditindaklanjuti oleh tim jaksa penyidik melalui telaah serta pengumpulan data dan keterangan. Langkah ini menjadi titik awal bagi penyelidikan yang lebih mendalam terhadap dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum pejabat.
Namun, penanganan kasus ini sempat mengalami penundaan akibat Instruksi Jaksa Agung Nomor 6 Tahun 2023. Instruksi tersebut ditujukan untuk mengoptimalkan peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam mendukung dan menyukseskan penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024.
Langkah ini diambil sebagai antisipasi untuk mencegah penggunaan penegakan hukum sebagai alat politik oleh pihak-pihak tertentu selama Pemilu 2024. Selain itu, instruksi tersebut juga merupakan bagian dari komitmen untuk melaksanakan Memorandum Jaksa Agung Nomor 127, yang bertujuan meminimalisir dampak penegakan hukum terhadap pelaksanaan pemilu.
Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi menafsirkan Instruksi Jaksa Agung tersebut dengan merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022. Hal ini berkaitan dengan tahapan terakhir penyelenggaraan pemilu yang dijadwalkan berlangsung pada 20 Oktober 2024.
( Sumber : viva.co.id )