Ilustrasi Parlemen Israel (Foto: Reuters)
Jakarta – Parlemen Israel mengesahkan resolusi yang menolak pembentukan negara Palestina dan menyebutnya sebagai “ancaman eksistensial”.
Voting yang dilakukan pada Kamis (18/7) waktu setempat ini, menuai kecaman dari para pemimpin Palestina dan komunitas internasional.
Meskipun sebagian besar bersifat simbolis, keputusan ini berfungsi sebagai penanda menjelang pidato yang akan diucapkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Kongres Amerika Serikat (AS) pada Rabu depan.
Kelompok veteran Israel garis keras ini tidak terlalu tertarik dengan upaya pemerintah AS untuk berperan sebagai perantara dalam gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera di Gaza. Mereka mengklaim dapat mencapai “kemenangan mutlak” atas Hamas dan berkomitmen untuk meningkatkan tekanan militer.
Dilansir Al Arabiya dan AFP, Jumat (19/7/2024), resolusi yang disahkan oleh para anggota parlemen Israel tersebut menyatakan bahwa negara Palestina di atas tanah yang diduduki tentara Israel akan “melanggengkan konflik Israel-Palestina dan mengganggu stabilitas kawasan.”
Disebutkan bahwa “mempromosikan” negara Palestina “hanya akan memberikan dorongan bagi Hamas dan para pendukungnya” setelah serangannya pada 7 Oktober terhadap Israel yang memicu perang Gaza.
Resolusi tersebut disahkan dengan 68 suara setuju berbanding sembilan menolak dari 120 anggota parlemen.
Atas hasil voting parlemen Israel itu, Otoritas Palestina menuduh koalisi sayap kanan Israel “menjerumuskan kawasan ini ke dalam jurang yang dalam.”
Yordania, yang merupakan negara tetangga, menyatakan bahwa voting tersebut “merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan tantangan bagi komunitas internasional.”
Selain itu, Prancis menyatakan “kekhawatirannya” dan menyatakan bahwa resolusi tersebut “bertentangan” dengan berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB sebelumnya.
Selain itu, juru bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan bahwa Sekjen PBB Antonio Guterres “sangat kecewa” dengan tindakan parlemen Israel. Dia menyatakan, “Anda tidak bisa menolak solusi dua negara.”
Pada hari Rabu, Guterres menyatakan bahwa “situasi kemanusiaan… adalah noda moral bagi kita semua”, setelah berulang kali menyerukan gencatan senjata segera dalam perang Gaza.
(Sumber Berita Detiknews)