Ilustrasi alat kontrasepsi. (Foto: iStock)
Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan kebijakan yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja. Kebijakan ini mungkin bertujuan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi dan mengurangi angka kehamilan di kalangan remaja. Ini juga bisa menjadi bagian dari upaya yang lebih luas untuk menyediakan pendidikan seks yang lebih baik dan akses yang lebih baik ke layanan kesehatan bagi kelompok usia muda.
Presiden RI Joko Widodo ikut mengatur ketentuan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 2024 terkait pelaksanaan Undang Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dibunyikan dalam pasal 103 soal upaya kesehatan sistem reproduksi anak sekolah. Anak usia sekolah dan remaja diwajibkan mendapat edukasi kesehatan reproduksi mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi.
Selain menjaga kesehatan reproduksi, anak usia sekolah dan remaja juga diminta mendapatkan edukasi mengenai perilaku seksual berisiko beserta akibatnya. Tidak hanya itu, anak dinilai penting mengetahui pentingnya keluarga berencana sampai kemampuan melindungi diri dari tindakan hubungan seksual atau mampu menolak ajakan tersebut, demikian bunyi ayat 2.
“Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah,” imbau PP yang diteken Jokowi Jumat, (26/7/2024).
Adapun pelayanan kontrasepsi tercantum dalam pasal 103 ayat 4 dengan detail seperti berikut:
a. deteksi dini penyakit atau skrining;
b. pengobatan;
c. rehabilitasi;
d. konseling; dan
e. penyediaan alat kontrasepsi.
Namun, pelayanan konseling wajib dan dapat diberikan dengan privasi dan kerahasiaan, dan dapat diberikan oleh konselor, tenaga medis, tenaga kesehatan, dan konselor sebaya sampai mereka memiliki kompetensi yang diperlukan.
Berikut detail poin-poin aturannya:
Pasal 103 tentang Kesehatan Reproduksi
(1) Upaya Kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1)
huruf b paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta Pelayanan Kesehatan reproduksi.
(2) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
mengenai:
a. sistem, fungsi, dan proses reproduksi;
b. menjaga Kesehatan reproduksi;
c. perilaku seksual berisiko dan akibatnya;
d. keluarga berencana;
e. melindungi diri dan mampu menolak hubungan
seksual; dan
f. pemilihan media hiburan sesuai usia anak.
(3) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah.
(4) Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. deteksi dini penyakit atau skrining;
b. pengobatan;
c. rehabilitasi;
d. konseling; dan
e. penyediaan alat kontrasepsi.
(5) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan, serta dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, konselor, dan/atau konselor sebaya yang memiliki kompetensi sesuai dengan kewenangannya.
Kebijakan semacam ini seringkali memicu berbagai tanggapan dari masyarakat, termasuk dukungan dan kritik. Dukungan mungkin datang dari pihak-pihak yang melihat kebijakan ini sebagai langkah positif untuk kesehatan publik, sementara kritik bisa muncul dari mereka yang mungkin merasa bahwa ini melanggar norma sosial atau menganggap bahwa kebijakan semacam ini tidak sesuai dengan nilai-nilai tertentu.
Sumber Detikhealth