Misteri Wajah Asli Patih Gajah Mada, Mirip Mohammad Yamin? - Inside Berita

Misteri Wajah Asli Patih Gajah Mada, Mirip Mohammad Yamin?

Patung Gajah Mada.

Jakarta – Panglima perang maja pahit di era gajah mada tahun 1280- 1364, berdasarkan kitab prasati dan jawa kuno. puncak karier nya adalah menangani pemberontakan Ra Kuti masa pemerintahan Sri Jayanegara.

Dalam perjalanan sejarah Majapahit, sosok Gajah Mada muncul sebagai salah satu pahlawan terpenting yang mengukir kejayaan kerajaan di bawah kepemimpinan Ratu Tribhuwanatunggadewi dan Hayam Wuruk. Pengangkatan Gajah Mada sebagai Mahapatih pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi bukan hanya sekadar langkah strategis, tetapi juga menjadi fondasi bagi pengembangan kekuatan Majapahit di seluruh Nusantara.

Gajah Mada, yang dikenal sebagai pemimpin militer yang brilian dan cerdas, diangkat pada saat kerajaan menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal. Dengan visi yang jelas, ia mengimplementasikan serangkaian kebijakan yang memperkuat posisi Majapahit, termasuk penyatuan wilayah-wilayah yang sebelumnya terpecah belah. Di bawah kepemimpinannya, Majapahit tidak hanya berhasil mempertahankan kedaulatan, tetapi juga memperluas pengaruhnya hingga ke pulau-pulau sekitarnya.

Kepemimpinan Gajah Mada berlanjut hingga masa pemerintahan Hayam Wuruk, di mana Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Hayam Wuruk, yang dikenal sebagai raja yang bijaksana, semakin memperkuat posisi kerajaan dengan dukungan Gajah Mada. Dalam periode ini, Majapahit menjadi pusat perdagangan, kebudayaan, dan politik di Asia Tenggara.

Pengangkatan Gajah Mada sebagai Mahapatih merupakan momen bersejarah yang menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pemimpin dan penasihat dalam membangun sebuah peradaban yang megah. Keberhasilan Gajah Mada dalam merumuskan strategi dan taktik yang efektif tidak hanya menjadikan Majapahit sebagai kekuatan dominan, tetapi juga meninggalkan warisan yang menginspirasi generasi selanjutnya.

Dengan semangat kepemimpinan yang visioner dan dedikasi yang tak tergoyahkan, Gajah Mada tidak hanya dikenang sebagai Mahapatih, tetapi juga sebagai simbol kejayaan Majapahit yang akan terus dikenang dalam sejarah bangsa.

Hingga kini wajah asli gajah mada masih menjadi perdebatan, moh yamin lah awal mula mengilustrasikan wajah gajah mada.

Mohammad Yamin, salah satu tokoh pemuda yang berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan menjabat sebagai Menteri Penerangan di era Presiden Sukarno, dikenal tidak hanya karena dedikasinya terhadap bangsa, tetapi juga kecintaannya pada sejarah. Yamin memiliki ketertarikan mendalam dalam menggali informasi mengenai peninggalan Kerajaan Majapahit, yang ia wujudkan melalui berbagai bacaan. Karyanya yang paling mencolok adalah ilustrasi wajah Patih Gajah Mada, yang dihasilkan setelah kunjungannya ke Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, pada tahun 1940. Trowulan sendiri merupakan salah satu situs bersejarah yang menyimpan banyak jejak peradaban Majapahit.

Kunjungan Yamin ke Trowulan memicu imajinasinya untuk menghidupkan kembali sosok Gajah Mada, yang dikenal sebagai Mahapatih yang legendaris. Melalui ilustrasi tersebut, Yamin berusaha tidak hanya mendokumentasikan sejarah, tetapi juga menyampaikan semangat perjuangan dan kebangkitan nasional kepada generasi muda. Dengan menggali warisan sejarah, Yamin menegaskan pentingnya memahami identitas bangsa yang kuat, sehingga masyarakat dapat mengenang dan menghargai jasa-jasa para pejuang seperti Gajah Mada dalam membangun kejayaan Majapahit dan, pada akhirnya, kemerdekaan Indonesia.

Gambaran Gajah Mada yang dihasilkan oleh Mohammad Yamin, seorang sastrawan dan sejarawan terkenal Indonesia, memang sangat dikenal di masyarakat. Mohammad Yamin menulis karya yang menggambarkan Gajah Mada sebagai sosok yang sangat heroik dan berpengaruh dalam sejarah Majapahit. Meskipun ada pro dan kontra terkait interpretasi dan imajinasi dalam karyanya, penggambaran tersebut telah meninggalkan kesan yang mendalam dalam budaya populer dan pemahaman masyarakat mengenai tokoh bersejarah ini.

Kendati banyaknya ilustrasi yang menggambarkan sosok Patih Gajah Mada, sejarawan dari Universitas Gadjah Mada, Bahaudin, menekankan pentingnya memberikan penjelasan yang jelas dalam buku-buku pelajaran. Ia berpendapat bahwa anak-anak perlu disadarkan bahwa gambar-gambar tersebut hanyalah representasi imajiner dan bukan wajah asli Gajah Mada. Dengan demikian, diharapkan anak-anak tidak salah paham dan dapat memahami konteks sejarah dengan lebih baik. Pemberian informasi yang tepat akan membantu generasi muda mengenali perbedaan antara fakta sejarah dan interpretasi artistik yang mungkin telah menjadi bagian dari budaya populer.

Bahaudin juga menyoroti bahwa meskipun gambar imajiner ini telah menjadi fakta mental di masyarakat, penting untuk mengedukasi anak-anak tentang sifat ilustratif dari gambar tersebut. Menurutnya, hal ini tidak hanya penting untuk pemahaman sejarah tetapi juga untuk membangun sikap kritis terhadap informasi yang mereka terima. Dengan memberikan klarifikasi yang memadai, diharapkan anak-anak dapat menghargai warisan sejarah dengan cara yang lebih akurat dan bertanggung jawab.

“Misalnya Nyi Roro Kidul itu mitos, namun masyarakat di Pantai Selatan Jawa percaya. Inilah yang disebut fakta mental, yang membuat mereka melakukan upacara labuhan laut, dan sebagainya,” ujarnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Selain Mohammad Yamin, sosok Patih Gajah Mada juga pernah diilustrasikan oleh Agus Aris Munandar, seorang arkeolog dari Universitas Indonesia. Dalam karyanya, Munandar menggambarkan Gajah Mada dengan ciri khas yang mirip dengan sosok Bima dalam pewayangan, lengkap dengan kumis melintang yang mencolok. Ilustrasi ini tidak hanya menunjukkan interpretasi visual yang menarik, tetapi juga mencerminkan pengaruh budaya lokal dalam memahami tokoh-tokoh sejarah. Dengan cara ini, Munandar berupaya menghidupkan kembali karakter Gajah Mada, sekaligus menjadikannya relevan dalam konteks kebudayaan Indonesia yang kaya akan tradisi pewayangan.

“Karena pada waktu itu, hanya raja dan ratu yang bisa diwujudkan dalam bentuk patung seperti patung Rajapadmi Tribuana Tungga Dewi atau Patung Ken Dedes, sementara Gajah Mada bukan raja,” pungkas Bahaudin.

( Sumber : viva.co.id )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *